Pelayanan kesehatan salah satu hal yang menjadi sorotan di masyarakat. Harapan untuk mendapatkan layanan yang ramah, cepat bahkan gratis bagi orang sakit yang miskin menjadi dambaan.
Bagi yang sakit merasa saya ingin lekas ditangani, dokter susternya jangan jutek, ngantrinya jangan lama-lama. Bagi pendamping pasien ingin agar syaratnya mudah, tidak perlu mondar mandir, kalo bisa gratis, mudah bertanya dan dapat jawaban jelas.
Sebagai salah satu pengguna layanan kesehatan/ pasien, saya akui pelayanam kesehatan yang sebagian besar diatur dan diawasi penuh oleh pemerintah selalu diperbaiki dan ditingkatkan baik dari sistem, layanan, birokrasi dan hal lain seperti obat dan alat medik serta penunjangnya. Saya sendiri adalah pasien dengan diagnosa sekarang yaitu AIHA salah satu jenis Autoimun. Walaupun tidak spesifik paling tidak tahu sedikit mengenai penyakit tersebut dan paham asupan gizi makanan yang sesuai dan obat-obatan yang wajib dikonsumsi.
Sudah lebih
baik! Itu pendapat saya.
Ini
pengalaman saya, karena sebelum saya sendiri menjadi pasien rutin, beberapa
kali saya ikut mengurusi keperluan berobat keluarga. Baik pada saat mengurusi
berkas sebagai pasien umum sampai ketika sudah tidak mampu membiayai lalu
mengajukan bantuan ke daerah dengan SKTM, juga pada masa itu mengajukan bantuan
Jamkesmas.
Saya sendiri
terdiagnosa sakit dan harus berobat berkelanjutan pada saat ada program
Jamkesmas dan Jamkesda, sekitar tahun 2010. Saking sulitnya pada waktu itu
mengurus bantuan yang sudah sangat mendesak untuk dapat segera digunakan.
Mondar-mandir dari rumah sakit ke desa, ke kecamatan, ke kabupaten lalu ke
kantor askes, ke dinas sosial lalu kembali legalisir lagi orang tua saya
lakukan demi membiayai rawat inap di RSUD dan tranfusi darah saya yang tidak
sanggup dilunasi. Pada waktu itu saya mendapat bantuan Jamkesda yang artinya
saya membayar separuh dari kewajiban untuk membiayai rawat inap dan tranfusi.
Biaya yang separuh itu saja bagi saya dan keluarga adalah sangat besar, belum
lagi untuk keseharian pendamping saat rawat inap. Sepulang rawat inap tersebut
saya sempat berhenti berobat memepertimbangkan besarnya biaya.
Tapi karena harus
rutin tranfusi maka saya mengajukan diri memohon Jamkesmas ke pihak desa. Belum
beruntung mungkin, katanya saya tidak termasuk orang miskin. Mungkin karena
menempati rumah sepetak ditembok dan punya motor satu. Padahal tetangga saya
yang memiliki sawah lebar, tanah lebar dan menghasilkan mendapat Jamkesmas satu
keluarga, malah mendapat Raskin dan BLT pula. Wah kalau didebat tidak tahu
ujungnya, yah diterima saja.
Tidak putus
agar bisa membiayai pengobatan, sampai ke masa BPJS syukurlah akhirnya bisa
mendapatkan BPJS PBI. Saya dapatkan pada akhir 2014 lalu saya manfaatkan untuk memulai
berobat lanjutan ke RSUD Provinsi.
![]() |
Antrian Pendaftaran, sekitar jam 6.30 pagi |
Alhamdulillah,
sekarang pengurusan berkas persyaratan dan lain-lain penyerta pengobatan yang
dahulu rumit dan banyak sekarang simpel dan praktis. Bahkan di tingkat provinsi
hanya butuh satu rangkap Surat Rujukan/Kontrol, Kartu BPJS, fotokopi KK,
fotokopi KTP dan nomor urut serta kartu tempat berobat. Untuk di rumah sakit
swasta sepengalaman saya, berkas yang dibutuhkan menjadi rangkap 3, ada pula
yang hanya meminta rangkap 2.
Untuk pelayanan RAWAT INAP, kebersihan lokasi dan juga menu makanan
jauh lebih baik, apalagi di rumah sakit pemerintah setingkat provinsi saya
anggap sangat optimal yang mungkin agak sedikit berbeda dengan rumah sakit
swasta. Bahkan bagi pasien ruang kelas III di RSUD provinsi sangat dijaga
ketertibannya baik pasien dan pendampingnya, sigap dalam melayani pasien,
dokter dan perawatnya ramah, kadang disambut juga oleh pengurus ruang,
dijelaskan soal menu yang baik oleh ahli gizi. Toilet, ruang rawat dan tempat
tunggu yang selalu rutin dibersihkan.
Sedangkan untuk RAWAT JALAN mungkin karena saking banyaknya orang yang
berobat sehingga antrianlah yang masih dikeluhkan kebanyakan orang. Saya rasa
itu terjadi tidak hanya di rumah sakit besar, bahkan di klinik dan puskesmas
pun sering saya jumpai hal serupa. Kadang ada yang bilang “yang mengantar saja
capek, lah yang sakit tambah bengek ikut ngantri”. Untuk bisa dapat antrian
awal saya biasa berangkat sebelum subuh sekitar jam3. Itu saja kadang dapat nomor
10 dan selesai ambil obat sekitar jam 2 siang. Itu gambaran saya ngantri di
RSUD Provinsi.
Beberapa hal
yang saya PERHATIKAN, bahkan di
tingkat rumah sakit pemerintah provinsi kadang ada saja nomor antrian yang
melompat padahal ngantrinya itu dari pintu belum dibuka, kata satpamnya kertas
nomornya tertelan mesin nomor. Eh tapi pas nomor yang katanya tertelen mesih
itu dipanggil kok ya ada yang pegang...????
Ambulans
dari pihak puskesmas yang mengantarkan ke rumah sakit tetap harus bayar
walaupun pasien BPJS. Untuk Ambulans
dari BPJS sih sudah terjamin gratis!
Untuk
pengadaan/ jatah darah tranfusi pasien saya rasa lebih baik. Karena benar-benar
harus antri dari pihak PMI. Tidak seperti dulu yang apabila bisa membawa banyak
teman/ saudara maka bisa cepat dapat jatah darah. Walaupun tidak setipe/ sama
golangan darahnya (pada bilang darah pengganti). Tapi setahu saya malah hal
seperti ini kadang dimanfaatkan orang untuk menawarkan jasa donor darah, misal
ada yang nawarin “saya siap donor dengan imbalan ......... rb/ kantong”. Jujur pada
waktu itu yang sering memberi informasi ke saya ada beberapa tukang becak atau
ojeg di sekitar rumah sakit yang siap memberi jasa donor darah.
Sedang untuk
saat ini pengadaan/ jatah kebutuhan darah trombosit karena darurat tetap
menganjurkan pendonor keluarga.
BPJS
Kesehatan ini sungguh sangat bermanfaat dan membantu, apalagi bagi orang-orang
seperti saya yang sakit harus berobat rutin dengan biaya obat-obatan, cek
laborat dan tranfusi yang sangat tinggi apalagi sudah tidak punya pekerjaan,
bahkan pekerjaan orang tua dan saudara ikut terbengkalai untuk ikut mengurusi
saya rawat inap di rumah sakit yang tentunya mengurangi pemasukan. Ditambah
lagi mereka juga harus mempersiapkan dana untuk akomodasi mendampingi saat
rawat inap.
Semoga
pelayanan kesehatan di Indonesia ini semakin lebih baik, bagi yang mampu dan
tidak mampu. Bagi pasien dan keluarga pasien. Banyaknya orang berobat menurut
saya bukan karena banyak orang yang sakit, tapi karena mereka sudah sadar
pentingnya kesehatan dan dan berani memeriksakan kesehatan karena ada
kesempatan berobat dengan kemudahan BPJS Kesehatan.
Dengan
kesadaran akan kesehatan semoga dimasa mendatang rakyat Indonesia menjadi
rakyat yang sehat dan sejahtera sehingga tercapailah harapan kita dan pemerintah
untuk menyehatkan dan mensejahterakan rakyatnya.
No comments:
Post a Comment