Welcome to Bahari Note - Selamat Datang di Bahari Note - Sugeng Rawung Ing Bahari Note

Nov 6, 2016

Layanan Kesehatan: Kemanusiaan dulu apa birokrasi dulu

Pelayanan kesehatan salah satu hal yang menjadi sorotan di masyarakat. Harapan untuk mendapatkan layanan yang ramah, cepat bahkan gratis bagi orang sakit yang miskin menjadi dambaan.

Bagi yang sakit merasa saya ingin lekas ditangani, dokter susternya jangan jutek, ngantrinya jangan lama-lama. Bagi pendamping pasien ingin agar syaratnya mudah, tidak perlu mondar mandir, kalo bisa gratis, mudah bertanya dan dapat jawaban jelas.

Sebagai salah satu pengguna layanan kesehatan/ pasien, saya akui pelayanam kesehatan yang sebagian besar diatur dan diawasi penuh oleh pemerintah selalu diperbaiki dan ditingkatkan baik dari sistem, layanan, birokrasi dan hal lain seperti obat dan alat medik serta penunjangnya. Saya sendiri adalah pasien dengan diagnosa sekarang yaitu AIHA salah satu jenis Autoimun. Walaupun tidak spesifik paling tidak tahu sedikit mengenai penyakit tersebut dan paham asupan gizi makanan yang sesuai dan obat-obatan yang wajib dikonsumsi.


Sudah lebih baik! Itu pendapat saya.
Ini pengalaman saya, karena sebelum saya sendiri menjadi pasien rutin, beberapa kali saya ikut mengurusi keperluan berobat keluarga. Baik pada saat mengurusi berkas sebagai pasien umum sampai ketika sudah tidak mampu membiayai lalu mengajukan bantuan ke daerah dengan SKTM, juga pada masa itu mengajukan bantuan Jamkesmas.


Saya sendiri terdiagnosa sakit dan harus berobat berkelanjutan pada saat ada program Jamkesmas dan Jamkesda, sekitar tahun 2010. Saking sulitnya pada waktu itu mengurus bantuan yang sudah sangat mendesak untuk dapat segera digunakan. Mondar-mandir dari rumah sakit ke desa, ke kecamatan, ke kabupaten lalu ke kantor askes, ke dinas sosial lalu kembali legalisir lagi orang tua saya lakukan demi membiayai rawat inap di RSUD dan tranfusi darah saya yang tidak sanggup dilunasi. Pada waktu itu saya mendapat bantuan Jamkesda yang artinya saya membayar separuh dari kewajiban untuk membiayai rawat inap dan tranfusi. Biaya yang separuh itu saja bagi saya dan keluarga adalah sangat besar, belum lagi untuk keseharian pendamping saat rawat inap. Sepulang rawat inap tersebut saya sempat berhenti berobat memepertimbangkan besarnya biaya.

Tapi karena harus rutin tranfusi maka saya mengajukan diri memohon Jamkesmas ke pihak desa. Belum beruntung mungkin, katanya saya tidak termasuk orang miskin. Mungkin karena menempati rumah sepetak ditembok dan punya motor satu. Padahal tetangga saya yang memiliki sawah lebar, tanah lebar dan menghasilkan mendapat Jamkesmas satu keluarga, malah mendapat Raskin dan BLT pula. Wah kalau didebat tidak tahu ujungnya, yah diterima saja.

Tidak putus agar bisa membiayai pengobatan, sampai ke masa BPJS syukurlah akhirnya bisa mendapatkan BPJS PBI. Saya dapatkan pada akhir 2014 lalu saya manfaatkan untuk memulai berobat lanjutan ke RSUD Provinsi.

Antrian Pendaftaran, sekitar jam 6.30 pagi

Alhamdulillah, sekarang pengurusan berkas persyaratan dan lain-lain penyerta pengobatan yang dahulu rumit dan banyak sekarang simpel dan praktis. Bahkan di tingkat provinsi hanya butuh satu rangkap Surat Rujukan/Kontrol, Kartu BPJS, fotokopi KK, fotokopi KTP dan nomor urut serta kartu tempat berobat. Untuk di rumah sakit swasta sepengalaman saya, berkas yang dibutuhkan menjadi rangkap 3, ada pula yang hanya meminta rangkap 2.

Untuk pelayanan RAWAT INAP, kebersihan lokasi dan juga menu makanan jauh lebih baik, apalagi di rumah sakit pemerintah setingkat provinsi saya anggap sangat optimal yang mungkin agak sedikit berbeda dengan rumah sakit swasta. Bahkan bagi pasien ruang kelas III di RSUD provinsi sangat dijaga ketertibannya baik pasien dan pendampingnya, sigap dalam melayani pasien, dokter dan perawatnya ramah, kadang disambut juga oleh pengurus ruang, dijelaskan soal menu yang baik oleh ahli gizi. Toilet, ruang rawat dan tempat tunggu yang selalu rutin dibersihkan.

Sedangkan untuk RAWAT JALAN mungkin karena saking banyaknya orang yang berobat sehingga antrianlah yang masih dikeluhkan kebanyakan orang. Saya rasa itu terjadi tidak hanya di rumah sakit besar, bahkan di klinik dan puskesmas pun sering saya jumpai hal serupa. Kadang ada yang bilang “yang mengantar saja capek, lah yang sakit tambah bengek ikut ngantri”. Untuk bisa dapat antrian awal saya biasa berangkat sebelum subuh sekitar jam3. Itu saja kadang dapat nomor 10 dan selesai ambil obat sekitar jam 2 siang. Itu gambaran saya ngantri di RSUD Provinsi.

Beberapa hal yang saya PERHATIKAN, bahkan di tingkat rumah sakit pemerintah provinsi kadang ada saja nomor antrian yang melompat padahal ngantrinya itu dari pintu belum dibuka, kata satpamnya kertas nomornya tertelan mesin nomor. Eh tapi pas nomor yang katanya tertelen mesih itu dipanggil kok ya ada yang pegang...????
Ambulans dari pihak puskesmas yang mengantarkan ke rumah sakit tetap harus bayar walaupun  pasien BPJS. Untuk Ambulans dari BPJS sih sudah terjamin gratis!
 
Antrian Pengobatan di salah satu Poli

Untuk pengadaan/ jatah darah tranfusi pasien saya rasa lebih baik. Karena benar-benar harus antri dari pihak PMI. Tidak seperti dulu yang apabila bisa membawa banyak teman/ saudara maka bisa cepat dapat jatah darah. Walaupun tidak setipe/ sama golangan darahnya (pada bilang darah pengganti). Tapi setahu saya malah hal seperti ini kadang dimanfaatkan orang untuk menawarkan jasa donor darah, misal ada yang nawarin “saya siap donor dengan imbalan ......... rb/ kantong”. Jujur pada waktu itu yang sering memberi informasi ke saya ada beberapa tukang becak atau ojeg di sekitar rumah sakit yang siap memberi jasa donor darah.
Sedang untuk saat ini pengadaan/ jatah kebutuhan darah trombosit karena darurat tetap menganjurkan pendonor keluarga.

BPJS Kesehatan ini sungguh sangat bermanfaat dan membantu, apalagi bagi orang-orang seperti saya yang sakit harus berobat rutin dengan biaya obat-obatan, cek laborat dan tranfusi yang sangat tinggi apalagi sudah tidak punya pekerjaan, bahkan pekerjaan orang tua dan saudara ikut terbengkalai untuk ikut mengurusi saya rawat inap di rumah sakit yang tentunya mengurangi pemasukan. Ditambah lagi mereka juga harus mempersiapkan dana untuk akomodasi mendampingi saat rawat inap.

Semoga pelayanan kesehatan di Indonesia ini semakin lebih baik, bagi yang mampu dan tidak mampu. Bagi pasien dan keluarga pasien. Banyaknya orang berobat menurut saya bukan karena banyak orang yang sakit, tapi karena mereka sudah sadar pentingnya kesehatan dan dan berani memeriksakan kesehatan karena ada kesempatan berobat dengan kemudahan BPJS Kesehatan.

Dengan kesadaran akan kesehatan semoga dimasa mendatang rakyat Indonesia menjadi rakyat yang sehat dan sejahtera sehingga tercapailah harapan kita dan pemerintah untuk menyehatkan dan mensejahterakan rakyatnya.

Artikel terkait :

Autoimun

Tips Kesehatan bagi penderita Anemia 

Mudah lelah? mungkin gejala Anemia 


No comments:

Post a Comment